ini cerita kedua setelah nadhia love story :-)
let's read!
- Baca ceritanya.
- Pahami artinya.
- Ambil hikmahnya.
love you ma, love you pa
writer: tyas ayu f
1 detik, 2 detik, aku mendengar suara ibuku yang mulai terisak. Ibu berterima kasih kepada dokter dan kemudian duduk dibangku sebelah tempat tidurku.
Aku yang saat itu dalam keadaan bangun lalu bepura-pura tidur dan tidak mendengar apapun. Ingin rasanya aku menangis mendengar apa yang dikatakan dokter, tapi aku menahannya. Aku tidak ingin tampak sedih bahkan menangis didepan ibuku. Sudah cukup beban yang kuberikan padanya. Dan sekarang aku tidak ingin menambah beban itu lagi.
Ayah dan ibuku bercerai sewaktu aku masih kecil. Aku sering melihat mereka bertengkar dari balik tembok, ketika aku sudah tidak kuat melihatnya, aku lari kekamar dan kemudian menangis didalam selimut. Sampai akhirnya ibu memberitahuku tentang rencana perceraian itu. Dan tepat pada tanggal aku berulang tahun, mereka malah sah bercerai. Itu adalah hari ulangtahun terburuk dalam hidupku.
Hari ini hari libur, dan kata ibu, teman-teman sekolahku akan datang kesini untuk menjengukku. Aku senang mendengarnya, tapi aku langsung murung ketika melihat dokter yang datang dan meminta ibu untuk pergi keruangannya. Aku merasakan firasat buruk. Aku hanya berpura-pura tersenyum didepan ibu, padahal dalam hati aku menangis. Menangis karena kasihan melihat ibu yang selalu cemas mengkhawatirkan keadaanku.
Pukul 1 siang, teman-teman sekolahku datang. Mereka semua memberiku semangat, membuatku tersenyum dan tertawa, tapi semua itu malah membuatku semakin sedih karena harus meninggalkan mereka. Tuhan, apa ini semua memang takdirku? Kenapa harus aku yang menerima semua ini?
Ketika teman-temanku pulang, suhu badanku bertambah panas, wajahku sangat pucat, ibu memanggil suster dan dokter. Mereka mengukur suhu badan, trombosit, dan tensi ku. Suster yang memeriksaku tampak tercengang. Beliau bertanya padaku apakah aku merasa ingin pingsan atau tidak. Aku bilang aku merasakan hal yang biasa saja, suster lalu memberikanku obat, dalam bentuk sirup. Aku meminumnya dan tak lama kemudian aku tertidur. Yang terakhir kulihat adalah ibu yang tampak sangat cemas, mengharapkan tidak akan ada yang terjadi kepadaku melebihi ini.
Aku terbangun. Dalam kegelapan. Kulihat jam digital yang berada diatas tv, menunjukan pukul 7 pagi. "Baru jam segini, tapi kenapa langit kelihatan sangat gelap?", pikirku dalam hati. Tidak ada seorangpun diruangan itu, hanya aku seorang. Biasanya setiap pagi ibu sudah dalam keadaan bangun dan menyiapkan makanan untukku, tapi sekarang dimana beliau?
1jam berlalu, tapi ibuku belum datang juga. Yang sekarang menemaniku di ruang perawatan ini adalah suster. Dia bercerita tentang kehidupannya selama bertahun-tahun dan aku sangat kagum dengan ceritanya itu. Menurutku sosok beliau adalah sosok yang sangat hebat. Banyak sekali masalah yang menimpa dirinya, tapi ia sangat tabah menjalaninya hingga sekarang ini.
Suster itu datang dengan tampang aneh. Seperti ada yang ingin dia beri tahukan padaku. Dia juga membawa kursi roda dan kemudian membantuku duduk. Aku heran, kenapa tiba-tiba suster mengajakku untuk pergi ke luar ruangan?
Sampailah aku didepan sebuah pintu. Aku tidak tahu itu pintu apa. Suster membukakan pintu itu, dibalik pintu itu terlihat beberapa orang sedang berdoa, dan ada...jenazah? Suster mendorong kursi rodaku kearah jenazah itu. Firasatku sangat tidak enak. Tiba-tiba saja aku ingin menangis. Ketika berada didepan jenazah itu, aku bertanya pada suster, "ini siapa?"
Suster mengatakan, "bukalah kain penutup kepalanya."Jenazah itu sudah dikafani, lalu aku membukanya kain penutup kepalanya dengan perlahan, dan ketika aku sudah bisa melihat wajah jenazah itu dengan jelas, aku sangat kaget dan langsung menangis. Itu ..adalah jenazah ibuku. Aku melihat secarik kertas didekat kepalanya, aku mengambilnya, membukanya, dan membacanya.
"Lidya, mama sangat senang mempunya anak seperti kamu. Kamu peduli sama mama, kalau mama nangis kamu juga ikut nangis, kalau mama senang kamu juga senang, tapi sejak kamu menderita penyakit ini, mama nggak kuat nahan tangis. Setiap hari mama selalu nangis khawatirin kamu, sampai akhirnya mama mutusin untuk mendonorkan hati mama ke kamu. Mama pikir, hati ini akan lebih berguna jika kamu yang memilikinya. Sekarang mama udah siap mau operasi. Dan jika mama udah nggak dikasih umur lagi, mama cuma mau bilang lewat surat ini, kalau mama sayang kamu, selamanya"
Tangisanku semakin deras. Ternyata ketika aku tertidur dan hanya melihat wajah ibuku itu adalah pertemuan terakhirku dengannya. Aku meminta suster mengambilkan pulpen. Lalu aku menulis dibawah tulis ibuku dan menulis: "Ma, aku minta maaf kalau aku udah ngasih beban yang banyak banget ke mama, aku juga mau banget bilang makasih ke mama karena udah mau donorin hati mama ke aku, makasih banget ma. Aku sayang banget sama mama"
Setelah menulis, aku meletakkan surat itu ditempat semula. Aku masih menangis, lalu aku melihat orang disekitar ruangan itu. Dari banyak orang yang berdoa untuk ibuku, aku melihat satu orang yang sudah sangat familiar bagiku. Ketika kulihat lebih jelas lagi, ternyata orang itu adalah ayahku. Aku berusaha berdiri dan berjalan sendiri kearahnya, tanpa menggunakan kursi roda ataupun tongkat. Dan tepat ketika aku sudah tidak sanggup berjalan, aku jatuh di pangkuannya, ayah kandungku. Ayahku tersenyum. Ternyata semenjak ayah cerai dengan ibu, ayah tidak menikah lagi. Aku menangis bahagia dipangkuan ayah, dan kuharap ibuku juga bahagia dialam sana.
☺
Satu kalimat yang kuucapkan saat itu: "love you ma, love you pa" :')
0 komentar:
Posting Komentar